Selamat Datang Badak Lampung
TABIK PUUN. Persepakbolaan Indonesia yang kondisinya saat ini masih dibilang sangat gaduh, setelah gerakan besar membongkar kasus Mafia Skor Sepakbola Indonesia, memang belum menunjukkan kemajuan yang signifikan.
PSSI yang kini masih kosong pemucuk pimpinan lantaran mundurnya Edi Rahmayadi selaku Ketua Umum PSSI yang seyigyanya tinggal satu tahun lagi selesai, sampai detik ini masih bisa berjalan seadanya, sambil menunggu Kongres Luar Biasa (KLB).
Ditangkap dan diprosesnya beberapa personil pucuk pimpinan PSSI dan tokoh-tokoh yang selama ini berdiri pada sisi gelap sepakbola Indonesia, juga belum bisa mengubah keadaan sepakbola Indonesai oleh orang-orang yang tersisa.
Kondisi ini kurang menguntungkan untuk iklim kompetisi di semua level, termasuk liga 1 yang digulirkan pada hari ini, 15 Mei 2019.
Lampung, yang sudah hampir 20 tahun tidak punya tim asli provinsi ini, setelah PSBL turun kasta pada tahun 2000-an, kini mendapat angin segar dengan dipilihnya Stadion Sumpah Pemuda menjadi home base Perseru Serui yang merger dan berganti nama Perseru Badak Lampung, dan tidak menggunakan nama Gajah.
Sebelumnya sebuah tim jadi-jadian yang juga pernah numpang lewat di Liga 2, PS Lampung Sakti, kini sudah kembali bernasib sama dengan tim lokal yang berkompetisi dari dasar lagi.
Tim ini memang tidak meyakinkan sejak awal, baik penanganan secara manajemen maupun secara kualitas tim, dan tidak mendapat dukungan masyarakat Bandarlampung khususnya, Lampung pada umumnya.
Cara mengelola tim sepakbola yang kaku dan disamakan dengan perusahaan atau pabrik, akhirnya membuat masyarakat enggan untuk mendekat, apalagi prestasinya juga tak kunjung membaik.
Masyarakat Lampung bukanlah masyarakat yang anti sepakbola, sebagian besar masyarakatnya suka dan bahkan fanatik nonton bola, meskipun baru terpuaskan dengan tayangan sepakbola Liga Eropa di televisi.
Tapi masyarakat Lampung akan menjadi sangat dahsyat dalam mendukung tim, jika manajemen tim dan prestasi tim yang didukungnya kena dihati mereka.
Contohnya Lampung FC yang beberapa waktu lalu sempat menjadi pujaan masyarakat Bandarlampung, meski akhirnya keliru jalur, lantaran PSSI terbelah dua dan pengurus Lampung FC mengabaikan sisi legalitas keanggotaan di negeri ini.
Yang akhirnya juga tak mampu menjadikan tim ini sebuah kebanggaan yang lengkap.
Kenangan Papua
Datangnya Perseru Serui ke Lampung membuka kenangan manis Lampung dengan Papua. Dimana dua puluhan tahun lalu, satu tim sepakbola divisi 2 dari Papua diboyong ke Lampung oleh Gubernur Lampung Poedjono Pranjoto, yang sebelumnya adalah Wagub di Papua.
Yosef Iyai, Denny Sembor, Permenas Edoway adalah punggawanya yang malang melintang bersama anak-anak Lampung seperti Nurkholis, Agus Priyanto, Matalkah dan beberapa pemain lainnya.
Mereka bergabung dalam satu tim divisi bawah bernama PSBL, Perserikatan Sepakbola Bandar Lampung.
Permainan diawali dari garis bawah dan berjuang mati-matian sejak awal hingga masuk pada deretan kasta tertinggi mulai dari Galatama hingga Liga Kansas.
Kenangan Papua itu kini kembali terkuak dengan kedatangan Perseru Serui Badak Lampung, yang langsung nangkring di Liga 1.
Memang beda jaman, beda pula pola penanganannya.
Dulu, saat PSBL mampu membuat stadion Pahoman selalu penuh sesak penonton, masih ditangani Pemkot Bandarlampung, hingga akhirnya banyak pergeseran kepengurusan setelah Pemkot melepaskan dukungannya.
Kini, Badak Lampung sepertinya ditangani manajemen yang lebih profesional, karena memang tuntutan dari Liga Indonesia Baru (LIB) yang memegang hak atas kompetisi liga 1 mengharuskan tim pesertanya ditangan secara profesional.
Masyarakat Lampung menunggu dengan berharap-harap cemas seperti apa Perseru Badak Lampung ini. Karena dalam guliran awal kompetisi, sang Badak beraksi di luar kandang, lantaran kandangnya sendiri juga belum selesai dibangun sesuai yang ditentukan LIB.
Masyarakat Lampung yang dikenal sangat fanatik dengan permainan bagus dan bersih akan sangat mendukung tim tim yang bermain sportif, dan berprestasi, tentu akan melihat hasil dari tiga pertandingan tandang pertama.
Ini sangat menentukan bagi penonton yang akan datang ke stadion Sumpah Pemuda. Meskipun faktor lain kali ini yang mempengaruhi, bukan hanya Badak Lampung nya saja, melainkan lawannya siapa.
Jika lawan-lawan tim tim elit, dipastikan tetap akan mengundang minat penonton ke stadion. Contohnya saat Persija datang ke Lampung beberapa hari lalu. Tak peduli siapa lawan Persija di Lampung, penonton tetap saja penuh.
Nah ini yang sebenarnya dikhawatirkan. Penonton Lampung ini akan mendukung siapa?
Badak Lampung memang benar menjadi tuan rumah, tetapi untuk meraih hati masyarakat Lampung, apa yang sudah dilakukan?
Pindah home base tentu berharap mendapat dukungan penonton lokal. Jadi tidak sekedar pindah tapi berjuang sendiri dan tak nge-blend, dengan masyarakatnya sendiri.
Kesalahan ini sudah dilakukan sebelumnya oleh Lampung Sakti FC, yang membawa tim itu eksklusif baik dengan media maupun dengan fans pendukungnya.
Di Lampung tidak bisa berlaku seperti ini. Semua pihak harus diakomodir sedemikian rupa agar semua merasa memiliki secara utuh.
Maka dari itu, manajemen Badak Lampung harus mampu merangkul banyak pihak secara arif dan bijaksana, seperti merangkul Media, Fans Club dan sebagainya.
Media dan fans klub bisa menjadi sarana pencitraan tim dan membuat masyarakat Lampung mencintai tim ini atau sebaliknya.
Jika kembali mengulang kesalahan Lampung Sakti FC, maka yang akan terjadi adalah Badak Lampung hanya sebagai tim yang numpang bertanding di Lampung, tapi tak punya “pasukan” di Lampung.
Dan masyarakat toch tak akan merasa rugi jika tidak mendukung Badak Lampung sang penyewa lapangan.
Yang penting nonton bola. Bayar ya bayar.
Begitulah klub-klub yang ada di Bandarlampung harus bersikap.
Selamat datang Badak Lampung. Kami tak peduli Bercula satu atau dua Badak itu, yang penting bisa meLampung tidak? Itu saja. *** (edi purwanto)
Comments